Dakwah Islam Periode Mekah
MAKALAH
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
DAKWAH
ISLAM PADA PERIODE MADINAH
Disusun Oleh:
Nama : Yulia
Anisa
Akmaludin Fasa
Dila Yupita
Nurfa Alfina
Nurisnaini
Kelas : XI
MIPA 1
MADRASAH
ALIYAH NEGERI 1 PESAWARAN
KABUPATEN
PESAWARAN
TP.
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan,
kesehatan dan lain-lain, sehingga Makalah SKI ini telah selesai disusun dengan pokok pembahasan
mengenai “Dinasti Umayyah II“ Makalah SKI ini, disusun untuk memenuhi kebutuhan siswa
untuk menambah pengetahuan siswa tentang hal yang berhubungan dengan Dinasti Umayyah II.
Makalah ini disusun dengan menggunakan
ragam bahasa sederhana. Agar isi, maksud dan tujuan penyusunan makalah ini
dapat dipahami dengan mudah. Penyusun telah berusaha sekuat tenaga dan
pikiran dalam menyusun makalah ini. Namun demikian tentunya masih banyak
kekurangan-kekurangannya. Untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi penyempurnaan isi makalah ini untuk masa
yang akan datang.
Demikian makalah ini disusun dengan
harapan semoga bermanfaat bagi para pembacanya. Dan semoga Allah SWT senantiasa
memberikan Taufiq dan Hidayah-Nya kepada kita semua. Amin Ya
Rabbal ‘Alamin.
Kedondong, Agustus
2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah .................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Sejarah Berdiri
Dinasti Umayyah II ...................................... 3
B.
Masa
Pemerintahan Bani Umayyah Spanyol ......................... 3
C.
Masa Kejayaan dan
Hasil Peradaban ................................... 4
D.
Masa Kemunduran
Dinasti Umayyah II ............................... 5
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ............................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Akhlak merupakan
bagian yang sangat penting dalam ajaran Islam, karena perilaku manusia
merupakan obyek utama ajaran Islam. Bahkan maksud diturunkannya agama adalah
untuk membimbing sikap dan perilaku manusia agar sesuai dengan fithrahnya,
Agama (Islam)
menyuruh manusia agar meninggalkan kebiasaan buruk dan menggantikannya dengan
sikap dan perilaku yang baik. Agama (Islam) menuntun manusia agar memelihara
dan mengembangkan kecenderungan mental yang bersih dan jiwa yang suci. Karena
itulah Rasulullah SAW bersabda : “Tiadalah aku diutus melainkan untuk
menyempurnakan akhlak dan perilaku manusia”.
Secara umum
dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari
akidah (keimanan) dan syari’at yang bersatu dalam diri seseorang. Apabila
akidah telah mendorong pelaksanaan syari’at, maka akan lahir akhlak yang baik
atau dengan kata lain akhlak merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at
Islam dilaksanakan berdasarkan akidah.
B.
Rumusan
Masalah
1. Pengertian
Akhlak
2. Perbedaan
Moral, Etika dan Akhlak
3. Karakteristik
Etika Islam (Akhlak)
4. Indikator
Manusia Berakhlak
5. Akhlak
dan Aktualisasinya Dalam Kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Akhlak
Kata akhlak
merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, artinya tingkah laku,
perangai, tabiat. Sedangkan menurut istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa
yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan
lagi. Dengan demikian akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri
seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Apabila
perbuatan spontan itu baik menurut agama dan akal, maka tindakan itu disebut
akhlak yang baik atau akhlakul karimah. Sebaliknya apabila buruk disebut
akhlak yang buruk atau akhlakul mazmumah. Baik dan buruknya akhlak
didasarkan pada sumber nilai, yaitu Al Qur’an dan Sunnah Rasul.
Di samping
akhlak dikenal pula istilah moral dan etika. Moral berasal dari bahasa
Latin mores, yang berarti adat kebiasaaan. Moral selalu dikaitkan dengan
ajaran baik dan buruk yang diterima umum atau masyarakat. Karena itu yang
menjadi standar dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan adalah
adat istiadat yang berlaku pada masyarakat tersebut.
Etika adalah
sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat
tertentu. Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu dan filsafat, karena itu
yang menjadi standar ukuran buruk dan baiknya perbuatan adalah akal
manusia.
B.
Perbedaan
Moral, Etika dan Akhlak
Secara
substansial etika, moral dan akhlak adalah sama, yakni membahas tentang ajaran
baik dan buruk perilaku manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia
dan dengan lingkungan alam. Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika
dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang
digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah
Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan
yang dibuat oleh suatu masyarakat. Jika masyarakat menganggap suatu perbuatan
itu baik, maka baik pulalah nilai perbuatan baik itu. Dan sebaliknya jika
masyarakat atau adat istiadat menganggap suatu perbuatan itu buruk atau tidak
baik, maka buruk pulalah nilai perbuatan itu.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan
temporal (bisa berubah-ubah) sesuai dengan adat istiadat atau kebiasaan
masyarakat tertentu (tergantung dimana masyarakat itu tinggal), sedangkan
standar akhlak bersifat universal dan abadi. Perbedaan lain adalah bahwa moral
bersifat praktis, sedangkan etika adalah bersifat teoritis.
C.
Karakteristik
Etika Islam (Akhlak)
Akhlak merupakan
ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, terpuji atau tercela
menyangkut perilaku manusia yang meliputi perkataan, pikiran dan perbuatan
manusia lahir dan bathin.
Menurut Ibnu ‘Arabi, di dalam diri
manusia ada tiga nafsu,yaitu :
Nafsu Syahwaniyah, ialah nafsu yang
ada pada manusia dan binatang, nafsu ini cenderung kepada kelezatan jasmaniyah,
misalnya makan, minum dan nafsu seksual. Jika nafsu ini tidak terkendali,
manusia menjadi tidak ada bedanya dengan binatang, sikap hidupnya menjadi
hedonisme.
Nafsu Ghodlobiyah, nafsu ini juga
ada pada manusia dan binatang, yaitu nafsu yang cenderung pada amarah, merusak
dan senang menguasai dan mengalahkan yang lain. Nafsu ini lebih berbahaya
daripada nafsusyahwaniyah jika tidak terkendali, karena dapat mengalahkan
akal.
Nafsu Nathiqah, ialah nafsu yang
membedakan manusia dengan binatang. Dengan nafsu ini manusia mampu berpikir
dengan baik, berdzikir, mengambil hikmah dan memahami fenomena alam. nafsu
syahwaniyah ini menjadikan manusia dapat membedakan yang baik dan yang
buruk.
Apabila manusia dapat
mengoptimalkan nafsu nathiqah untuk mengendalikan dan nafsu
ghodlobiyah, manusia akan dapat menjadi lebih unggul dan mulia. Pada akhirnya
lahirlah manusia-manusia yang berakhlakul karimah.
Begitu pentingnya kedudukan akhlak
dalam Islam sehingga Al-Qur’an tidak hanya memuat ayat-ayat tentang akhlak
secara spesifik, melainkan selalu mengaitkan ayat-ayat yang berbicara tentang
hukum dengan masalah akhlak pada ujung ayat. Ayat-ayat yang berbicara tentang
shalat, puasa, haji dan zakat serta mu’amalah selalu dikaitkan dan diakhiri
dengan pesan-pesan perbaikan akhlak. (Al-Baqarah 2 : 183) : “Hai orang-orang
yang beriman ! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Dan (Al-Baqarah 2 : 197) :
“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barang siapa
mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata
jorok (rafas), berbuat maksiat dan bertengkar dalam melakukan ibadah haji…….”
Hamzah Ya’qub (1996), etika Islam
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Etika
Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan
menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2. Etika
Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik buruknya
perbuatan, didasarkan pada ajaran Allah Swt.
3. Etika
Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman
oleh seluruh umat manusia di segala waktu dan tempat.
4. Etika
Islam mengatur dan mengarahkan fithrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan
meluruskan perbuatan manusia.
D.
Indikator
Manusia Berakhlak
Indikator
manusia berakhlak (husn al-khuluq) adalah tertanamnya iman dalam hati dan
teraplikasikannya dalam perilaku. Sebaliknya manusia yang tidak berakhlak
(su’al-khuluq) adalah manusia yang ada nifaq (kemunafikan dalam
hatinya. Nifaq adalah sikap mendua terhadap Allah. Tidak ada kesesuaian antara
hati dan perbuatan.
Ahli tasawuf
mengemukakan bahwa indikator manusia berakhlak, antara lain adalah : (1)
memiliki budaya malu dalam berinteraksi dengan sesamanya, (2) tidak menyakiti
orang lain, (3) banyak kebaikannya, (4) jujur dalam ucapannya, (5) tidak banyak
bicara tetapi banyak berbuat, (6) penyabar, (7) tenang, (8) hatinya selalu
bersama Allah,(9) suka berterima kasih,(10) ridha terhadap ketentuan
Allah, (11) bijaksana, (12) berhati-hati dalam bertindak, (13) disenangi teman
dan lawan, (14) tidak pendendam, (15) tidak suka mengadu domba,(16)
sedikit makan dan tidur,(17) tidak pelit dan hasad, (18) cinta dan benci
karena Allah.
Di dalam
Al-qur’an banyak ditemukan ciri-ciri manusia yang beriman dan memiliki akhlak
mulia, antara lain :
1. Istiqomah
atau konsekwen dalam pendirian (QS Al-Ahqaf : 13)
2. Suka
berbuat kebaikan (QS Al Baqarah : 112)
3. Memenuhi
amanah dan berbuat adil (QS An-Nisa’ : 58)
4. Kreatif
dan tawakkal (QS Ali-Imron : 160)
5. Disiplin
waktu dan produktif (QS Al-Ashr : 1-4)
6. Melakukan
sesuatu secara proporsional dan harmonis (QS Al-A’raf : 31
E.
Akhlak
dan Aktualisasinya Dalam Kehidupan
Aktualisasi
akhlak adalah bagaimana seseorang dapat mengimplementasikan iman yang
dimilikinya dan mengaplikasikan seluruh ajaran Islam dalam setiap tingkah laku
sehari-hari.
Menurut obyek
atau sasarannya terdapat akhlak kepada Allah, akhlak kepada manusia dan akhlak
kepada lingkungan.
1.
Akhlak kepada Allah
a. Beribadah,
yaitu melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan
perintah-Nya.
Seorang muslim beribadah
membuktikan ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah. Berakhlak kepada
Allah dilakukan melalui media komunikasi yang telah disediakan, antara lain
ibadah shalat.
b. Berdzikir,
yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan
mulut maupun dalam hati. Berdzikir kepada Allah melahirkan ketenangan dan
ketentraman hati sebagaimana diungkapkan dalam firman Allah dalam surat
Ar-Ra’d 13 : 28, yang artinya sbb: “Ingatlah, dengan dzikir kepada Allah akan
menentramkan hati”.
c. Berdo’a,
yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia
merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus
pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. Kekuatan do’a dalam
ajaran Islam sangat luar biasa, karena ia mampu menembus kekuatan akal manusia.
Oleh karena itu, berusaha dan berdo’a merupakan dua sisi tugas hidup manusia
yang bersatu secara utuh dalam aktivitas hidup setiap muslim.
Orang yang tidak pernah berdo’a
adalah orang yang tidak menerima keterbatasan dirinya sebagai manusia karena
itu dipandang sebagai orang yang sombong, suatu perilaku yang tidak disukai
Allah.
d. Tawakkal
kepada Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu hasil
pekerjaan atau menanti akibat dari suatu keadaan. Disebutkan dalam surat Hud
11: 123, yang artinya : “Dan kepunyaan Allah-lah segala rahasia langit dan
bumi, dan kepada-Nyalah dikembalikan segala urusan. Oleh karena itu sembahlah
Dia dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak akan melupakan
apa yang kamu kerjakan”.
Tawakkal bukanlah menyerah kepada
keadaan, sebaliknya tawakkal mendorong orang untuk bekerja keras karena Allah
tidak menyia-nyiakan kerja manusia. Setelah bekerja keras apapun hasilnya akan
diterimanya sebagai sesuatu yang terbaik bagi dirinya, tidak kecewa atau putus
asa.
e. Tawadduk
kepada Allah, adalah rendah hati dihadapan Allah. Mengakui bahwa dirinya rendah
dan hina dihadapan Allah Mahakuasa, oleh karena itu tidak layak kalau hidup
dengan angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam
melaksanakan ibadah kepada Allah, Nabi bersabda : “Sedekah tidak mengurangi
harta dan Allah tidak menambah selain kehormatan pada seseorang yang memberi
maaf. Dan tidak seorang yang tawadduk secara ikhlas karena Allah,melainkan dia
dimuliakan Allah”. (Hadits riwayat Muslim dan Abu Hurairah)
Oleh karena itu tidak ada alasan
bagi manusia untuk tidak bertawadduk kepada Allah karena manusia diciptakan
dari bahan yang hina nilainya, yaitu tanah.
2. Akhlak
kepada manusia
a. Akhlak
kepada diri sendiri
Sabar, adalah perilaku
seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan
penerimaan terhadap terhadap apa yang menimpanya. Sabar diungkapkan ketika
melaksanakan perintah, menjauhi larangan, dan ketika ditimpa musibah dari
Allah.
Sabar melaksanakan perintah adalah
sikap menerima dan melaksanakan segala perintah Allah dengan ikhlas. Sedangkan
sabar dalam menjauhi larangan Allah adalah berjuang mengendalikan diri untuk
meninggalkan (larangan) itu. Sabar terhadap musibah adalah menerima musibah apa
saja yang menimpa dengan tetap berbaik sangka kepada Allah serta tetap yakin
bahwa ada hikmah dalam setiap musibah itu. Sabar terhadap musibah merupakan
gambaran jiwa yang tenang dan keyakinan yang tinggi terhadap Allah, karena itu
pantaslah kalau Allah menghapus dosa-dosanya, sebagaimana sabda Nabi, yang
artinya : “Tidak ada seorang muslim yang terkena gangguan, baik berupa duri
atau lebih dari itu, melainkan akan menghapus kesalahannya dan menggugurkan
dosa-dosanya sebagaimana gugurnya daun dari pohon” (Hadits riwayat Bukhari dan
Muslim).
b. Syukur adalah
sikap berterima kasih atas`pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung
banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan memuji Allah dengan bacaan hamdalah,
sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan
nikmat Allah sesuai dengan keharusannya, seperti bersyukur diberi penglihatan
dengan menggunakannya untuk membaca ayat-ayat Allah, baik yang tersurat dalam
Al-qur’an maupun yang tersirat pada alam semesta.
Orang yang selalu bersyukur
terhadap nikmat Allah akan ditambah nikmat yang diterimanya sebagaimana
firman-Nya, yang artinya : “Kalau kalian bersyukur, tentu Aku akan menambah
(nikmat) untukmu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih” (Srt Ibrahim :7).
c. Tawadduk, yaitu
rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda,
kaya atau miskin. Sikap tawadduk lahir dari kesadaran akan hakikat dirinya
sebagai manusia yang lemah dan serba terbatas yang tidak layak untuk bersikap
sombong dan angkuh di muka bumi, Allah berfirman, artinya : “Janganlah kamu
palingkan mukamu dari manusia dan jangan kamu berjalan di muka bumi dengan
sombong. (QS. Luqman 31 : 18)
3. Akhlak
Kepada Orangtua (Ibu Bapak)
a. Akhlak
kepada kedua orang orangtua disebut juga dengan birrul walidain, Allah
memerintahkan kepada kita agar senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tua,
sebagaimana firman-Nya dalam surat Luqman : 14, yang artinya : “ Dan Kami
perintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada ibu bapaknya, ibunya yang
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu”.
Berbuat baik kepada ibu bapak bukan
saja ketika mereka hidup, tetapi walaupun mereka telah meninggal dunia kita
tetap harus berbuat baik kepada keduanya dengan cara mendo’akan dan memintakan
ampunan untuk mereka kepada Allah, menepati janji mereka yang belum terpenuhi,
meneruskan silaturrahim dengan sahabat-sahabat mereka sewaktu masih hidup, dan
seterusnya.
4. Akhlak
Kepada Keluarga
Akhlak terhadap keluarga adalah
mengembangkan kasih sayang di antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam
bentuk komunikasi. Apabila kasih sayang telah mendasari komunikasi antara orang
tua dengan anak, maka akan lahir wibawa pada orang tua. Demikian sebaliknya,
akan lahir kepercayaan orang tua pada anak. Oleh karena itu kasih sayang harus
menjadi muatan utama dalam komunikasi semua pihak dalam keluarga.
Pendidikan yang ditanamkan pada
keluarga akan menjadi ukuran utama bagi anak dalam menghadapi pengaruh yang
datang kepada mereka di luar rumah. Dengan dibekali nilai-nilai dari rumah,
anak-anak dapat menjauh segala pengaruh tidak baik yang datang kepadanya.
Sebaliknya anak-anak yang tidak dibekali oleh nilai-nilai dari rumah, jiwanya
kosong dan akan mudah sekali terpengaruh oleh lingkungan di luar rumah.
Nilai essensial yang dididikkan
kepada anak dalam keluarga, yang pertama adalah aqidah, yaitu keyakinan tentang
eksistensi Allah. Apabila keyakinan itu sudah tertanam sejak dini, maka
kemanapun akan pergi dan apapun yang dilakukannya akan hati-hati dan waspada
karena ia akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Seperti yang diajarkan oleh
Luqman kepada anaknya, yang dimuat dalam Al-qur’an surat Luqman : 13, yang
artinya : “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata pada anaknya : “Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
5. Akhlak
Kepada Lingkungan Hidup
Misi agama Islam adalah
mengembangkan rahmat, bukan hanya kepada manusia tetapi juga kepada alam dan
lingkungan hidup, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Anbiya, 21 : 107,
artinya : “Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi
rahmat bagi seluruh alam”.
Misi tersebut tidak terlepas dari
tujuan diangkatnya manusia sebagai khalifah di muka bumi, yaitu sebagai wakil
Allah yang bertugas memakmurkan,mengelola, dan melestarikan alam. Berakhlak
kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan mengembangkan hubungan yang
harmonis dengan alam sekitarnya.
Alam dan lingkungan yang terkelola
dengan baik dapat memberi manfaat, sebaliknya jika alam yang dibiarkan atau
hanya diambil manfaatnya saja akan mendatangkan malapetaka bagi manusia.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Rum, 30 : 41), yang artinya : “ Telah
tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”.
6. Kerusakan
dan ekosistem di lautan dan daratan terjadi akibat manusia tidak sadar,
sombong, egois, rakus, dan angkuh. Perbuatan ini disebut dengan akhlak yang
tidak terpuji (al akhlaqul madzmumah).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Moral adalah
sesuatu yang berkenaan dengan baik dan buruk. Tak jauh berbeda dengan moral
hanya lebih spesifik adalah budi pekerti. Akhlak adalah perilaku yang dilakukan
tanpa banyak pertimbangan tentang baik dan buruk. Adapun etika adalah kajian
sistematis tentang baik dan buruk. Bisa juga dikatakan bahwa etika adalah ilmu
tentang moral. Hanya saja perbedaan antara etika dan ilmu akhlak (etika Islam)
bahwa yang pertama hanya mendasarkan pada akal, sedangkan yang disebut terakhir
mendasarkan pada wahyu, akal hanya membantu terutama dalam hal perumusan.
DAFTAR
PUSTAKA
Al
Ghazali, Abu Hamid, Ihya’ Ulumuddin, Beirut; Dar al Fikr, t. th.
Departemen
Agama RI. 2001. Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi
Umum. Jakarta; PT Bulan Bintang.
Ishak,
Sholeh. 1990. Akhlak dan Tasawwuf. Bandung; IAIN Sunan Gunung Jati.
Jatmika,
Rahmat. 1990. Sistem Etika Islam, Jakarta; Panjimas
Nurdin
Muslim, 1995. Moral dan Kognisi Islam, Bandung; Alfa beta.
Wahyuddin,
dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Jakarta; PT Gramedia.
Comments
Post a Comment